Jumat, 18 Oktober 2013

Saalgirah Mubarak! yeeaaah

Tak ada lilin malam ini, sayang..
Namun senyummu seterang bulan hampir bulat menelanku J

Ah, tak tahu mau menulis puisi atau semacam tulisan kacau ala rembulan biru.
Tapi yang pasti, aku ingin kali ini hanya untukmu. Meski terpatah – patah, tak apa kan..

Aku akan menyebutmu sayang, bolehkah? Tentu saja boleh, kau kan yang bilang : “apa sih yang enggak buatmu? “

Please, jangan buru-buru merasa mual, karena hampir semua panggilan pahit pernah kita lontarkan, dan kurasa aku sudah kehabisan kosa kata untuk memanggilmu dengan syahdu. Sebab kau sungguh lebih berharga dari semua kosa kata itu!

Aku mengenalmu hampir tiga tahun ini. Masih terlalu singkat ya rupanya, tapi kau hebat..hampir tiap inci hatiku telah kau eja utuh. Menyusup cermat hingga palung yang tak seorang pun mampu memahaminya dengan tepat.

Kita gila, aku tahu itu. Kita bodoh, pasti akan selalu begitu. Kita cantik, hanya kita yang merasa begitu *tak seorang pun yang tau (hahaha). Kita saling mencintai, itu harapku.

Senja hari itu kau tampak begitu riang, sayang. Aku berceloteh tentang rembulan dan kau melepas anak panah itu : “Ini hari Specialku”, ujarmu malu-malu. Seperti tersengat listrik mendengarnya. Begitu bodohnya aku terlupa hari itu. Hari ke 23mu di dunia ini. Ah, kekasih macam apa aku ini. Walau aku tahu kau bukan penganut aliran “hepi besdei syalala”, hari itu tetap begitu special kan sayang. Bukan hanya untukmu, tapi juga untuk kami yang mencintaimu.

Maaf, tak ada acara tiup lilin di malam itu. Tak ada kue mungil berselimut coklat yang sangat jarang kita makan. Tak ada ceremonial romantis yang sering kita idamkan. Tak ada kado berbalut pita cantik untukmu. Tak ada semua itu. Bahkan tak ada ‘ucapan’ yang sempat kuukir untukmu. Kau hanya ‘meminta’ku mengajakmu melakukan ritual kita, jalan jalan malam.

Kau tau sayang? Malam itu adalah salah satu malam miskinku di tengah bulan ini. Hahaha. Hanya tinggal 7000 perak yang tersisa di dompetku, ditambah bensin yang di bawah ambang batas kemotoran :P. Kemudian 2000nya kutukar dengan seplastik kopi dingin favorit kita *aih. Sempurna sudah tersisa selembar lima ribuan. Tidak terlalu parah memang, karena kita telah terbiasa melalui hari hari miskin lain dengan lebih tragis. Tapi ini hari spesialmu, sayang… Aku mati ide dan modal ingin menghadiahimu apa. Kekayaan memang tak mampu mengekspresikan rasa kita mameen. :D

Pelataran ISI menjadi tempat pilihanku. Meski kau tak terlalu suka keramaian, kau menerima saja kuajak duduk di sana. Aku, aku dan aku. Itulah dominasi percakapan kita malam itu.  Maafkan aku, aku terlalu menjajah hari spesialmu.

Setelah hampir seluruh ceritaku terburai, ada seorang lelaki membawa gitar mendekat. Ia meminta ijin dengan sopan lalu melantunkan sebuah lagu di depan kita. Lagu yang asing, tapi kita menikmatinya. Kau tertawa lepas sambil menggenggam jemariku. Aku bersyukur, Tuhan menghadirkan hadiah kecil itu dengan kejutan yang tak pernah terduga.

Maafkan aku sayang, aku tak mampu membalas pemberianmu.

Di hari spesialmu ini pun aku tak berucap apa-apa, maaf karena malam itu aku hanya dapat membalas genggamanmu sambil lamat-lamat ikut bernyanyi bersama alunan gitar itu…

“semoga Tuhan melindungi kamu, dapat tercapai semua angan dan cita-citamu..
Mudah mudahan diberi umur panjang, sehat selama lamanya…”


Terima kasih,
Bahkan di hari spesialmu pun..kau menjadikanku ikut merasa special karenamu..
Terima kasih,
Darimu aku belajar, bukan tentang seberapa besar orang mampu memahami kita tapi bagaimana kita lah yang seharusnya berusaha memahami mereka..

Nailu Rukhma, aku tahu cinta tak selalu hadir di antara kita dengan cantik, pun tak selalu hadir dengan raga nestapa, tapi cinta tetap ada (insyaAllah) meski seluruh tingkah bodohku selalu mengganggu hidupmu ;)

Setidaknya engkau kuantar pulang malam itu dengan hatimu yang sedikit berbunga bukan? Hihi.
Maaf aku belum bisa berbuat lebih dan malah menyisakan hutang seribu perak.

Sayangku…
Doaku tersembunyi dalam sunyi untukmu.

Memandangimu saat senja
Berjalan di batas dua dunia
Tiada yang lebih indah
Tiada yang lebih rindu
Selain hatiku
Andai engkau tahu

Di pantai itu kau tampak sendiri
Tak ada jejakku di sisimu
Namun saat kau rasa
Pasir yang kau pijak pergi akulah lautan
Memeluk pantaimu erat

Jingga di bahumu
Malam di depanmu
Dan bulan siaga sinari langkahmu
Teruslah berjalan
Teruslah melangkah
Ku tahu kau tahu aku ada



*Atas Nama ciNta, 17 Oktober 2013 11.15 pm



Tidak ada komentar:

Posting Komentar