Tak ada lilin malam ini, sayang..
Namun senyummu seterang bulan hampir bulat
menelanku J
Ah, tak tahu mau menulis puisi
atau semacam tulisan kacau ala rembulan biru.
Tapi yang pasti, aku ingin kali
ini hanya untukmu. Meski terpatah – patah, tak apa kan..
Aku akan menyebutmu sayang,
bolehkah? Tentu saja boleh, kau kan yang bilang : “apa sih yang enggak buatmu?
“
Please, jangan buru-buru merasa
mual, karena hampir semua panggilan pahit pernah kita lontarkan, dan kurasa aku
sudah kehabisan kosa kata untuk memanggilmu dengan syahdu. Sebab kau sungguh lebih
berharga dari semua kosa kata itu!
Aku mengenalmu hampir tiga tahun
ini. Masih terlalu singkat ya rupanya, tapi kau hebat..hampir tiap inci hatiku
telah kau eja utuh. Menyusup cermat hingga palung yang tak seorang pun mampu
memahaminya dengan tepat.
Kita gila, aku tahu itu. Kita
bodoh, pasti akan selalu begitu. Kita cantik, hanya kita yang merasa begitu
*tak seorang pun yang tau (hahaha). Kita saling mencintai, itu harapku.
Senja hari itu kau tampak begitu
riang, sayang. Aku berceloteh tentang rembulan dan kau melepas anak panah itu :
“Ini hari Specialku”, ujarmu malu-malu. Seperti tersengat listrik mendengarnya.
Begitu bodohnya aku terlupa hari itu. Hari ke 23mu di dunia ini. Ah, kekasih
macam apa aku ini. Walau aku tahu kau bukan penganut aliran “hepi besdei
syalala”, hari itu tetap begitu special kan sayang. Bukan hanya untukmu, tapi
juga untuk kami yang mencintaimu.
Maaf, tak ada acara tiup lilin di
malam itu. Tak ada kue mungil berselimut coklat yang sangat jarang kita makan.
Tak ada ceremonial romantis yang sering kita idamkan. Tak ada kado berbalut
pita cantik untukmu. Tak ada semua itu. Bahkan tak ada ‘ucapan’ yang sempat
kuukir untukmu. Kau hanya ‘meminta’ku mengajakmu melakukan ritual kita, jalan
jalan malam.
Kau tau sayang? Malam itu adalah salah
satu malam miskinku di tengah bulan ini. Hahaha. Hanya tinggal 7000 perak yang
tersisa di dompetku, ditambah bensin yang di bawah ambang batas kemotoran :P.
Kemudian 2000nya kutukar dengan seplastik kopi dingin favorit kita *aih.
Sempurna sudah tersisa selembar lima ribuan. Tidak terlalu parah memang, karena
kita telah terbiasa melalui hari hari miskin lain dengan lebih tragis. Tapi ini
hari spesialmu, sayang… Aku mati ide dan modal ingin menghadiahimu apa.
Kekayaan memang tak mampu mengekspresikan rasa kita mameen. :D
Pelataran ISI menjadi tempat
pilihanku. Meski kau tak terlalu suka keramaian, kau menerima saja kuajak duduk
di sana. Aku, aku dan aku. Itulah dominasi percakapan kita malam itu. Maafkan aku, aku terlalu menjajah hari
spesialmu.
Setelah hampir seluruh ceritaku
terburai, ada seorang lelaki membawa gitar mendekat. Ia meminta ijin dengan
sopan lalu melantunkan sebuah lagu di depan kita. Lagu yang asing, tapi kita
menikmatinya. Kau tertawa lepas sambil menggenggam jemariku. Aku bersyukur,
Tuhan menghadirkan hadiah kecil itu dengan kejutan yang tak pernah terduga.
Maafkan aku sayang, aku tak mampu
membalas pemberianmu.
Di hari spesialmu ini pun aku tak
berucap apa-apa, maaf karena malam itu aku hanya dapat membalas genggamanmu
sambil lamat-lamat ikut bernyanyi bersama alunan gitar itu…
“semoga Tuhan melindungi kamu, dapat tercapai semua angan dan
cita-citamu..
Mudah mudahan diberi umur panjang, sehat selama lamanya…”
Terima kasih,
Bahkan di hari spesialmu pun..kau
menjadikanku ikut merasa special karenamu..
Terima kasih,
Darimu aku belajar, bukan tentang
seberapa besar orang mampu memahami kita tapi bagaimana kita lah yang
seharusnya berusaha memahami mereka..
Nailu Rukhma, aku tahu cinta tak
selalu hadir di antara kita dengan cantik, pun tak selalu hadir dengan raga
nestapa, tapi cinta tetap ada (insyaAllah) meski seluruh tingkah bodohku selalu
mengganggu hidupmu ;)
Setidaknya engkau kuantar pulang
malam itu dengan hatimu yang sedikit berbunga bukan? Hihi.
Maaf aku belum bisa berbuat lebih
dan malah menyisakan hutang seribu perak.
Sayangku…
Doaku tersembunyi dalam sunyi
untukmu.
Memandangimu saat senja
Berjalan di batas dua dunia
Tiada yang lebih indah
Tiada yang lebih rindu
Selain hatiku
Andai engkau tahu
Di pantai itu kau tampak sendiri
Tak ada jejakku di sisimu
Namun saat kau rasa
Pasir yang kau pijak pergi akulah lautan
Memeluk pantaimu erat
Jingga di bahumu
Malam di depanmu
Dan bulan siaga sinari langkahmu
Teruslah berjalan
Teruslah melangkah
Ku tahu kau tahu aku ada
*Atas Nama ciNta, 17 Oktober 2013
11.15 pm